Mewarnai dengan Rasional, bukan diwarnai oleh Irrasional | dengan Pendekatan Ilmu Astronomi

Islam merupakan Agama yang Rasional dikarenakan isi dari wahyu Al Qur'an dapat dijelaskan oleh alat canggih yang telah dikaruniakan oleh Allah swt.


Ya betul Akal, dengan alat ini kita bisa berpikir secara logis dan benar dengan metode yang ilmiah yakni sesuai dengan kebenarannya.

Ditengah maraknya berbagai pemikiran yang ada, dengan serba-serbi cara kita harus pandai memilih dan memilah mencari dan menyelidiki mana yang sesuai dengan kebenaran dan mana yang tidak sesuai agar kita tidak mudah dipengaruhi jika alasan dan caranya tidak logis seperti yang diperintahkan oleh Allah, bahkan hanya sebatas tekstual tanpa ada penelitian atau pengkajian yang ilmiah.

Intinya Rasional, kenapa sih kita mesti berpikir Rasional ???

Rasional adalah cara berpikir menggunakan akal dengan pendasaran ilmu ketuhanan dan kebenaran.

Karena keistimewaan manusia adalah alat yang canggih ini Akal, bahkan di Al Qur'an banyak ayat yang telah menjelaskan mengenai penggunaan Akal sebagai alat untuk memecahkan masalah kehidupan.

Contohnya mengenai ilmu Astronomi dalam Surat Al Imran ayat 190 

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

اِنَّ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَا لْاَ رْضِ وَا خْتِلَا فِ الَّيْلِ وَا لنَّهَا رِ لَاٰ يٰتٍ لِّاُولِى الْاَ لْبَا بِ ۙ 
inna fii kholqis-samaawaati wal-ardhi wakhtilaafil-laili wan-nahaari la`aayaatil li`ulil-albaab

"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal,"
(QS. Ali 'Imran 3: Ayat 190)

Itu salah satu ayat yang membuktikan bahwa dengan Akal kita dapat memahami kebesaran alam dalam lingkup semesta, dimana kalo kita tarik dalam ilmu pengetahuan saat ini dijelaskan di ilmu Astronomi.

Memahami Allah dengan Akal merupakan sebuah hal yang wajib, karena Allah sendiri yang memerintahkan pada setiap kejadian untuk berfikir yang pastinya dengan Akal.

Salah satu sejarah Nabi yang memahami kebesaran Allah dengan Akal adalah Nabi Ibrahim, dimana Nabi Ibrahim tidak mudah ikut-ikutan oleh masyarakat yang menyembah berhala karena dia menggunakan Akalnya, dan akhirnya mencari tau sendiri keberadaan sang pencipta dengan mengamati dan berfikir, dimana telah dijelaskan dalam Al Qur'an dalam Surat Al An'am Ayat 74 - 79

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

وَاِ ذْ قَا لَ اِبْرٰهِيْمُ لِاَ بِيْهِ اٰزَرَ اَتَتَّخِذُ اَصْنَا مًا اٰلِهَةً ۚ اِنِّيْۤ اَرٰٮكَ وَقَوْمَكَ فِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ
wa iz qoola ibroohiimu li`abiihi aazaro a tattakhizu ashnaaman aalihah, inniii arooka wa qoumaka fii dholaalim mubiin

"Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada ayahnya, Azar, Pantaskah engkau menjadikan berhala-berhala itu sebagai tuhan? Sesungguhnya aku melihat engkau dan kaummu dalam kesesatan yang nyata."
(QS. Al-An'am 6: Ayat 74)

وَكَذٰلِكَ نُرِيْۤ اِبْرٰهِيْمَ مَلَـكُوْتَ السَّمٰوٰتِ وَا لْاَ رْضِ وَلِيَكُوْنَ مِنَ الْمُوْقِـنِيْنَ
wa kazaalika nuriii ibroohiima malakuutas-samaawaati wal-ardhi wa liyakuuna minal-muuqiniin

"Dan demikianlah Kami memperlihatkan kepada Ibrahim kekuasaan (Kami yang terdapat) di langit dan di bumi, dan agar dia termasuk orang-orang yang yakin."
(QS. Al-An'am 6: Ayat 75)

فَلَمَّا جَنَّ عَلَيْهِ الَّيْلُ رَاٰ كَوْكَبًا ۚ قَا لَ هٰذَا رَبِّيْ ۚ فَلَمَّاۤ اَفَلَ قَا لَ لَاۤ اُحِبُّ الْاٰ فِلِيْنَ
fa lammaa janna 'alaihil-lailu ro`aa kaukabaa, qoola haazaa robbii, fa lammaaa afala qoola laaa uhibbul-aafiliin

"Ketika malam telah menjadi gelap, dia (Ibrahim) melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata, Inilah tuhanku. Maka ketika bintang itu terbenam dia berkata, Aku tidak suka kepada yang terbenam."
(QS. Al-An'am 6: Ayat 76)

فَلَمَّا رَاَالْقَمَرَ بَا زِغًا قَا لَ هٰذَا رَبِّيْ ۚ فَلَمَّاۤ اَفَلَ قَا لَ لَئِنْ لَّمْ يَهْدِنِيْ رَبِّيْ لَاَ كُوْنَنَّ مِنَ الْقَوْمِ الضَّاۤ لِّيْنَ
fa lammaa ro`al-qomaro baazighong qoola haazaa robbii, fa lammaaa afala qoola la`il lam yahdinii robbii la`akuunanna minal-qoumidh-dhooolliin

"Lalu ketika dia melihat bulan terbit dia berkata, Inilah tuhanku. Tetapi ketika bulan itu terbenam dia berkata, Sungguh, jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat."
(QS. Al-An'am 6: Ayat 77)

فَلَمَّا رَاَ الشَّمْسَ بَا زِغَةً قَا لَ هٰذَا رَبِّيْ هٰذَاۤ اَكْبَرُ ۚ فَلَمَّاۤ اَفَلَتْ قَا لَ يٰقَوْمِ اِنِّيْ بَرِيْٓءٌ مِّمَّا تُشْرِكُوْنَ
fa lammaa ro`asy-syamsa baazighotang qoola haazaa robbii haazaaa akbar, fa lammaaa afalat qoola yaa qoumi innii bariii`um mimmaa tusyrikuun

"Kemudian ketika dia melihat matahari terbit, dia berkata, Inilah tuhanku, ini lebih besar. Tetapi ketika matahari terbenam, dia berkata, Wahai kaumku! Sungguh, aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan."
(QS. Al-An'am 6: Ayat 78)

اِنِّيْ وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمٰوٰتِ وَا لْاَ رْضَ حَنِيْفًا وَّمَاۤ اَنَاۡ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ ۚ 
innii wajjahtu waj-hiya lillazii fathoros-samaawaati wal-ardho haniifaw wa maaa ana minal-musyrikiin

"Aku hadapkan wajahku kepada (Allah) yang menciptakan langit dan bumi dengan penuh kepasrahan (mengikuti) agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik."
(QS. Al-An'am 6: Ayat 79)

Dalam Surat tersebut telah jelas Nabi ibrahim menggunakan alat yang telah dianugrehkan Allah untuk mencari kebenaran yang nyata, dengan berfikir secara Rasional.

Dia tidak mudah terpengaruh oleh masyarakat penyembah berhala karena daya rasionalnya yang sangat kuat, bahkan nabi ibrahim menjadi sosok yang mempengaruhi masyarakat agar kembali ke jalan yang benar dan seharusnya dengan logis agar mereka percaya.

Jangan mudah dipengaruhi itu perlu, dan mempengaruhi orang pun gak bisa asal harus ada pertimbangan yang jelas secara logis dengan metode ilmiah yang sesuai dengan nilai-nilai ketuhanan, seperti saat nabi ibrahim berdakwah ke masyarakatnya dengan nilai Rasionalitas saat berdakwah ke raja namrud dalam surat Al Baqarah ayat 258 

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

اَلَمْ تَرَ اِلَى الَّذِيْ حَآ جَّ اِبْرٰهٖمَ فِيْ رَبِّهٖۤ اَنْ اٰتٰٮهُ اللّٰهُ الْمُلْكَ ۘ اِذْ قَا لَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّيَ الَّذِيْ يُحْيٖ وَيُمِيْتُ ۙ قَا لَ اَنَاۡ اُحْيٖ وَاُ مِيْتُ ۗ قَا لَ اِبْرٰهٖمُ فَاِ نَّ اللّٰهَ يَأْتِيْ بِا لشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِيْ كَفَرَ ۗ وَا للّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَ ۚ 
a lam taro ilallazii haaajja ibroohiima fii robbihiii an aataahullohul-mulk, iz qoola ibroohiimu robbiyallazii yuhyii wa yumiitu qoola ana uhyii wa umiit, qoola ibroohiimu fa innalloha ya`tii bisy-syamsi minal-masyriqi fa`ti bihaa minal-maghribi fa buhitallazii kafar, wallohu laa yahdil-qoumazh-zhoolimiin

"Tidakkah kamu memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim mengenai Tuhannya karena Allah telah memberinya kerajaan (kekuasaan). Ketika Ibrahim berkata, Tuhanku ialah yang menghidupkan dan mematikan, dia berkata, Aku pun dapat menghidupkan dan mematikan. Ibrahim berkata, Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah ia dari barat. Maka bingunglah orang yang kafir itu. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zalim."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 258)

Kita bisa pahami bahwa nabi ibrahim dalam berdakwah butuh perencanaan dan metode yang rasional agar manusia dapat menggunakan akalnya untuk berfikir bahwa kebenaran telah datang didepannya. Dan bisa kita contoh pula untuk mewarnai atau mempengaruhi seseorang dibutuhkan cara yang ilmiah logis serta rasional sehingga akan membuka kebenaran sesungguhnya kepada manusia.

Semoga kita bisa menjadi pemuda islam rasional kebangsaan yang tidak mudah diwarnai oleh sesuatu yang tidak logis, sehingga kita dapat mewarnai dunia ini dengan nilai-nilai ketuhanan  yang rasional dan ilmiah agar dapat membuka cakrawala kebenaran sesungguhnya.

#Perubahan berawal dari cara berfikir

Komentar

Trendingkanlah

Eliminasi Gauss-Jordan dengan Python

"Aplikasi data anggota perpustakaan serta transaksi peminjaman dengan RFID dan Wemos ESP8266 berbasis Internet of Things."

Menjadi Agen Pembangunan dengan pendekatan Rumus Fisika Energi Mekanik

Kebenaran yang bersifat Aksioma

Sejarah Ibnu Sina Karya dan Kebesarannya

Hakikat Masa Depan

Hakikat Sarjana, dari Resensi Buku Bukan Sarjana Muda